Arsip | SUNNAH RSS feed for this section

Semangat Para Ulama Mengikuti Sunnah

4 Mei

Salah seorang ulama Ahlus sunnah, Zakaria bin ‘Adi bin Shalt bin Bistam , ketika beliau ditanya: “Alangkah besarnya semangatmu untuk mempelajari dan mengamalkan sunnah Rasulullah , apa sebabnya ?, maka beliau menjawab : Apakah aku tidak ingin pada hari kiamat nanti masuk ke dalam iring-iringan (rombongan) keluarga Rasulullah ?.

Dinukil oleh imam Ibnul Qayyim dalam kitab Miftaahu daaris sa’aadah (1/74) .

Pengikut Sunnah Pengikut Kebenaran

4 Mei

Ibnul Qayyim berkata :

Sesungguhnya jika pada suatu jaman ada seorang yang memahami sunnah Rasulullah mengamalkannya dan menyeru manusia untuk mengikutinya, maka dialah hujjah (argumentasi penegak kebenaran di jamannya), dialah ijma’ (kesepakatan/­ konsensus para ulama Ahlus sunnah), dialah as-sawaadul a’zham (kelompok terbesar/Ahlus sunnah), dan dialah sabilul mu’minin (jalannya orang-orang yang beriman), yang barangsiapa memisahkan diri darinya dan mengikuti selainnya, maka Allah akan membiarkan dia (dalam kesesatan) yang diinginkannya dan Allah akan masukkan dia ke dalam neraka Jahannam, dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali” .                                   

Sebagaimana yang diisyaratkan dalam firman Allah QS an-Nisaa’:115 .

Pengikut sunnah akan di pandang asing

4 Mei

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

Sesungguhnya Islam muncul dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing . Maka keberuntungan bagi orang-orang yang asing.

Ditanyakan kepada nabi : “ Siapa mereka, wahai Rasulullah ? ” 

Beliau menjawab : “ Sekelompok orang yang sedikit, yang berada di kalangan orang yang banyak. Mereka memperbaiki Sunnah-ku yang telah dirusak oleh orang.”  [HR Tirmidzi]

Nama nama Ahlus sunnah yang syar’i

4 Mei

Ketika muncul berbagai kelompok bid’ah dan kesesatan, masing-masing menyeru kepada kelompoknya –dalam keadaan mereka menisbatkan diri kepada Islam secara zhahir-. Maka ahlul haq, para pengikut jalan Rasulullah Shallallahu’alayhi wa salam dan para sahabat, perlu memiliki nama-nama yang membedakan mereka dari kelompok-kelompok sesat ini. Sehingga muncullah saat itu nama-nama Ahlus Sunnah yang syar’i yang bersumber dari Islam.

Di antara nama-nama mereka adalah : Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Firqatun Najiyah, Tha’ifah Manshurah, dan Salaf.

Nama-nama ini tidak bertentangan dengan pembahasan diatas, bahwasanya Ahlus Sunnah tidak memiliki nama atau julukan selain Islam dan dilalahnya, karena nama-nama ini termasuk dilalah Islam.

Nama-nama Ahlus Sunnah ini sebagian darinya sabit dengan nash dari Rasulullah Shallallahu’alayhi wa salam dan sebagian yang lainnya didapatkan oleh mereka karena pengamalan mereka terhadap Islam dengan pengamalan yang shahih.Hal ini berbeda sekali dengan nama-nama ahli bid’ah dan julukan-julukan mereka, karena nama-nama ahli bid’ah ada kalanya merujuk kepada person seperti Jhmiyah nisbat kepada Jahm bin shafwan, Zaidiyah nisbat kepada Zaid bin Ali bin al-Husain, kullabiyah nisbat kepada Abdullah bin Kullab, Karramiyah nisbat kepada Muhammad bin Karram, dan Asy’ariyah nisbat kepada Abul Hasan al-Asy’ari.

Ada kalanya merujuk kepada asal usul kebid’ahan mereka, seperti Rafidhah karena mereka (menolak) Zaid bin Ali atau menolak kekhilafahan Abu Bakr dan Umar, Qadariyah karena mereka menolak qadar (takdir), Murji’ah karena mereka (menangguhkan) amalan dari definisi iman, Khawarij karena mereka khuruj (keluar) dari ketaatan kepada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, dan Mu’tazilah karena mereka I’tizal (menjauhi) majelis Hasan al-Bashri.

Adapun dalil-dalil atas nama-nama Ahlus Sunnah maka akan kita jelaskan satu persatu :

1. Ahlus Sunnah wal Jama’ah

Nama ini mengandung dua bagian : Ahlus Sunnah dan al-Jama’ah.

Adapun lafazh Ahlus Sunnah, yang dimaksud lafazh Sunnah disini adalah Islam secara keseluruhan sebagaimana dalam pembahasan definisi Sunnah secara istilah diatas, Rasulullah Shallallahu’alayhi wa salam telah memerintahkan setiap muslim agar berpegang teguh dengan Sunnah sebagaimana dalam sabdanya :

“Siapa yang hidup lama dari kalian akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib atas kalian berpegang teguh dengan Sunnahku dan Sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang mendapat petunjuk sepeninggalku. Dan awaslah kalian dari perkara-perkara yang baru, karena setiap perkara yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR.Ahmad 4/126, Darimi 1/57, Tirmidzi 5/44, Ibnu Majah 1/15, dan dishahihkan oleh syaikh al-albani dalam zhilalul Jannah hal. 26,34)

Hadits ini menjelaskan bahwa seorang muslim yang hakiki adalah seorang muslim yang menegakkan Sunnah dan bahwasanya setiap yang keluar dari Sunnah Rasulullah Shallallahu’alayhi wa salam dan Sunnah Khulafa’ur Rasyidin adalah bid’ah.

Al-Imam al-Barbahari berkata, “ketahuila, Islam adalah Sunnah, dan Sunnah adalah Islam. Tidak akan mungkin tegak salah satu dari keduanya kecuali dengan yang lainnya.” (Syarhus Sunnah hal.21)

Adapun lafazh al-Jama’ah datang dalam hadits Rasulullah Shallallahu’alayhi wa salam :

“Sesungguhnya umat ini akan berpecah belah menjadi 73 kelompok –yaitu dalam ahwa’- semua di neraka kecuali satu yaitu al-Jama’ah. (HR.Ahmad 4/102, Darimi 2/314, Abu Dawud 4597, dan dishahihkan oleh syaikh al-albani dalam zhilalul Jannah hal.33)

2. Firqatun Najiyah (kelompok yang selamat)

Nama ini diambil dari mafhum hadits iftiroqul ummah (perpecahan umat) diatas di mana Rasulullah Shallallahu’alayhi wa salam menyebutkan bahwa semua firqah (kelompok) di neraka, kecuali satu yang masuk surge, kelompok ini dikatakan (selamat) dari neraka.

Yusuf bin Asbath berkata, “pokok-pokok kebid’ahan ada empat cabang : Rawafidh,khawarij, Qadariyah, dan Murji’ah. Kemudian masing-masing bercabang menjadi 18 kelompok, itulah 72 kelompok. Dan kelompok yang ke-73 adalah al-Jama’ah yang dikatakan oleh Nabi Shallallahu’alayhi wa salam bahwa dia adalah najiyah (selamat).” (Asy-Syari’ah oleh al-Ajuri hal.51)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Jika saja sifat Firqatun Najiyah adalah para pengikut jalan sahabat dan itu adalah syi’ar dari Ahlus Sunnah, maka Firqatun Najiyah adalah Ahlus Sunnah.” (Minhajus Sunnah 3/457)

Nama Firqatun Najiyah bagi Ahlus Sunnah adalah nama yang masyhur di kalangan umat sampai-sampai ada sebagian ulama yang menjadikan sebagai judul kitab-kitab mereka yang memaparkan aqidah Ahlus Sunnah, sebagaimana dilakukan oleh Ibnu Baththah dalam kitabnya al-Ibanah ‘an Syari’atil Firqatin Najiyah wa Mujanabatul Firaqil Madzmumah, dan Ibnul Qayyim dalam kitabnya al-Kafiyatusy Syafiyah fil Intishar lil Firqatin Najiyah.

Demikian juga banyak penulis kitab-kitab firaq dan maqalat menyebutkan bahwa Ahlus Sunnah adalah Firqatun Najiyah, seperti Abu Manshur al-Baghdadi dalam kitabnya al-Farqu Bainal Firaq (hal.313), Abul Muzhaffar al-Isfirayini dalam kitabnya at-Tabshir fid Dien (hal.185), dan Syaikh Hafizh Hakami dalam kitabnya Ma’arijul Qabul (1/19)

3. Ath-Tha’ifah al-Manshurah (Kelompok yang mendapat pertolongan)

Nama ini diambil dari hadits Rasulullah Shallallahu’alayhi wa salam :

“Tidak henti-hentinya ada sekelompok dari umatku yang mendapat pertolongan (dari Alloh), tidak ada yang bisa membahayakan mereka siapa pun yang menelantarkan mereka hingga tegaknya kiamat.” (HR.Ahmad 5/34, Tirmidzi 4/485, Ibnu Majah 1/5, dan dishahihkan oleh al-albani dalam Shahih Sunan Ibni Majah 1/6), hadits ini muttafaq ‘alaih dengan lafazh : Ath-Tha’ifah al-Manshurah ini adalah Ahlus Sunnah, sebagaimana dinashkan oleh para imam seperti al-aimam Bukhari, Al-Imam Ahmad bin Hanbal, dan al-Qadhi ‘Iyadh.(Lihat Syarah Nawawi atas Muslim 13/66-67 dan Fathul Bari 1/164)

4. Salafiyyun

Nama ini disandang oleh Ahlus Sunnah wal Jama’ah karena ittiba’ mereka terhadap manhaj salafush shalih yaitu para sahabat, tabi’in, dan orang orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan dan petunjuk.

Fairuz Abadi berkata, “Salaf adalah orang-orang yang mendahuluimu dari nenek moyangmu dan kerabatmu.” (Qamus al-Muhith 3/153)

Rasulullah Shallallahu’alayhi wa salam bersabda kepada Fatimah Radhiyallohu’anhu di saat beliau sakit keras menjelang wafat :

“bertaqwalah kepada Alloh dan bersabarlah, sesungguhnya sebaik-baik salaf (pendahulu) bagimu adalah aku. (HR.Bukhari 5/2317, Muslim 4/1904)

Al-Qalsyani berkata, “Salafush shalih adalah generasi pertama yang mendalam keilmuan mereka, yang mengikuti jalan Nabi Shallallahu’alayhi wa salam, yang selalu menjaga Sunnah Nabi Shallallahu’alayhi wa salam. Alloh pilih mereka sebagai sahabat. Nabi-Nya dan Alloh tugaskan mereka untuk menegakkan agama-Nya….” (Tahrirul Maqalah min Syarhi Risalah hal.36)

Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid berkata, “jika disebut salaf atau salafiyyun atau salafiyah, maka dia adalah nisbat kepada salafush shalih, yakni para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan. Bukan orang-orang yang cenderung kepada hawa nafsu dari generasi sesudah sahabat dan menyempal dari jalan para sahabat dengan nama atau symbol –mereka inilah yang disebut khalafi,nisbat kepada khalaf-. Adapun orang-orang yang teguh diatas manhaj kenabian maka mereka menisbatkan diri kepada salafush shalih sehingga mereka disebut salaf dan salafiyun dan nisbat kepada mereka adalah salafi.” (Hukmul Intima’ hal.90)

Syaikh al-Albani berkata, “Adapun orang yang menisbatkan kepada salafush shalih maka dia telah menisbatkan diri kepada kema’shuman –secara umum-. Nabi Shallallahu’alayhi wa salam telah menyebut sebagian tanda dari Firqatun Najiyah bahwasanya mereka berpegang teguh dengan jalan Rasulullah Shallallahu’alayhi wa salam dan para sahabat. Barang siapa berpegang teguh dengannya maka dia telah berada diatas petunjuk dari Rabbnya dengan yakin… tidak diragukan lagi, penamaan yang jelas dan gamblang adalah dengan mengatakan : ‘saya seorang muslim yang mengikuti Kitab dan Sunnah dan manhaj salafush shalih’, yang dengan ringkas dia mengatakan : ’saya salafi’.” (Majalah al-Ashalah edisi 9 hal.87)

(Diambil dari majalah AL-FURQON edisi 7 tahun V//shafar 1427//maret 2006, hal 28-32, dengan sedikit pengurangan)

http://fandikasbara.wordpress.com/2008/12/14/siapakah-ahlus-sunnah-wal-jamaah/

Makna Ahlus Sunnah

4 Mei

Penjelasan makna sunnah di atas secara umum akan memberikan gambaran tentang makna Ahlus Sunnah (pengikut sunnah-ed.).

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa jilid 3 hal.375 ketika memberikan defenisi tentang Ahlus Sunnah : “Mereka adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam dan apa-apa yang disepakati oleh orang-orang terdahulu yang pertama dari kalangan sahabat Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik”.

Berkata Ibnu Hazm dalam Al-Fishal jilid 2 hal. 281 : “Dan Ahlus Sunnah -yang kami sebutkan- adalah ahlul haq (pengikut kebenaran) dan selain mereka adalah ahlul bid’ah (pengikut perkara-perkara baru dalam agama), maka mereka (ahlus sunnah) adalah para sahabat -radhiyallahu ‘anhum- dan siapa saja yang menempuh jalan mereka dari orang-orang pilihan di kalangan tabi’in kemudian Ashhabul Hadits dan siapa yang mengikuti mereka dari para ahli fiqh zaman demi zaman sampai hari kita ini dan orang-orang yang mengikuti mereka dari orang awam di Timur maupun di Barat bumi -rahmatullahi ’alaihim- ”.

Dan Ibnul Jauzy berkata dalam Talb is Iblis hal.21 : “Tidak ada keraguan bahwa ahli riwayat dan hadits yang mengikuti jejak Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam dan jejak para sahabatnya mereka itulah Ahlus Sunnah karena mereka di atas jalan yang belum terjadi perkara baru padanya. Perkara baru dan bid’ah hanyalah terjadi setelah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya”.

Berkata Syaikhul Islam dalam Majmu’ Fataw a 3/157 :” Termasuk jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah mengikuti jejak-jejak Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam secara zhohir dan batin dan mengikuti jalan orang-orang terdahulu yang pertama dari para (sahabat) Muhajirin dan Anshar dan mengikuti wasiat Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam tatkala berkata : “Berpeganglah kalian pada sunnahku dan sunnah para khalifah yang mendapat petunjuk dan hidayah setelahku berpeganglah kalian dengannya dan gigitlah dengan gigi geraham kalian dan berhati-hatilah kalian dari perkara yang baru karena setiap perkara yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat’.”

Dan beliau berkata dalam Majmu’ Fataw a 3/375 ketika memberikan defenisi tentang Ahlus Sunnah : “Mereka adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan kitab Allah dan sunnah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam dan apa-apa yang disepakati oleh generasi dahulu yang pertama dari kaum Muhajirin dan Anshar dan yang mengikuti mereka dengan baik”.

Dan di dalam Majmu’ Fatawa 3/346 beliau berkata : “Siapa yang berkata dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah dan Ijma’ maka ia termasuk Ahlus Sunnah Wal Jama’ah“.

Berkata Abu Nashr As-Sijzy : “Ahlus Sunnah adalah mereka yang kokoh di atas keyakinan yang dinukil kepada mereka olah para ulama Salafus Sholeh -mudah-mudahan Allah Subhaanahu wa Ta’aala merahmati mereka – dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam atau dari para sahabatnya -radhiyallahu ‘anhum- pada apa-apa yang tidak ada nash dari Al-Qur’an dan dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam , karena mereka itu -radhiyallahu ‘anhum- para Imam dan kita telah diperintahkan mengikuti jejak-jejak mereka dan sunnah mereka, dan ini sangat jelas sehingga tidak butuh ditegakkannya keterangan tentangnya”.

(Lihat : Ar-Raddu ‘ Ala Man Ankaral Harf hal.99)

Maka jelaslah dari keterangan-keterangan di atas dari para Imam tentang makna penamaan Ahlus Sunnah bahwa Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang menerapkan Islam secara keseluruhan sesuai dengan petunjuk Allah Subhaanahu wa Ta’aala dan Rasul-Nya berdasarkan pemahaman para ulama salaf dari kalangan para sahabat, tabi’in dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik .

Dan tentunya merupakan suatu hal yang sangat jelas bagi orang yang memperhatikan hadits-hadits Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam akan disyariatkannya penamaan Ahlus Sunnah terhadap orang-orang yang memenuhi kriteria-kriteria di atas.

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam menyatakan dalam hadits ‘Irbadh bin Sariyah -radhiyallahu ’anhu- :

صَلَّى لَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ صَلاَةَ الصُّبْحِ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً وَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوْبُ وَذَرِفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ فَقُلْنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ كَأَنَّهَا مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَأَوْصِنَا قَالَ أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُ مُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

“Rasulullah sholat bersama kami sholat Shubuh, kemudian beliau menghadap kepada kami kemudian menasehati kami dengan suatu nasehat yang hati bergetar karenanya dan air mata bercucuran, maka kami berkata : “Yaa Rasulullah seakan-akan ini adalah nasehat perpisahan maka berwasiatlah kepada kami”. Maka beliau bersabda : “Saya wasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah dan mendengar serta taat walaupun yang menjadi pemimpin atas kalian seorang budak dari Habasyah (sekarang Ethopia) karena sesungguhnya siapa yang hidup di antara kalian maka ia akan melihat perselisihan yang sangat banyak maka berpegang teguhlah kalian kepada sunnahku dan kepada sunnah para Khalifah Ar-Rasyidin yang mendapat petunjuk, gigitlah ia dengan gigi geraham dan hati-hatilah kalian dengan perkara yang baru, karena setiap perkara yang baru adalah bid’ah .”. Hadits shohih dari seluruh jalan-jalannya.

Dan masih banyak lagi dalil yang menunjukkan hal di atas. Wallahu a’lam.

Lihat : Mauqif Ahlis Sunnah Wal Jama’ah 1/36-37, 47-49, Haqiqatul Bid’ah 1/63-66, 268-269 dan Manhaj Ahlus Sunnah 1/19-20, 24-27.

http://subhataswaja.wordpress.com/2012/10/10/pemanis-buatan-ala-aswaja-mengaku-ahlu-sunnah-aw-ahlu-bidah/

Kewajiban Mengikuti Sunnah

4 Mei

ALLOH berfirman :

Katakanlah Jika kamu benar- benar mencintai Allah, maka ikutilah sunnahku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
(QS Ali ‘Imran:31) . 

Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan pada) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah  (QS al- Ahzaab:21) .

Ayat yang mulia ini menunjukkan kemuliaan dan keutamaan besar mengikuti sunnah Rasulullah , karena Allah sendiri yang menamakan semua perbuatan Rasulullah sebagai “ teladan yang baik ”,                yang ini menunjukkan bahwa orang yang mengikuti sunnah Rasulullah berarti dia telah menempuh ash- shirathal mustaqim (jalan yang lurus) yang akan membawanya mendapatkan kemuliaan dan rahmat Allah . Lihat keterangan syaikh Abdurrahman as-Sa’di dalam tafsir beliau (hal. 481) .

Ketika menafsirkan ayat ini, imam Ibnu Katsir berkata:

“Ayat yang mulia ini merupakan landasan yang agung dalam meneladani Rasulullah dalam semua ucapan, perbuatan dan keadaan beliau “ Tafsir Ibnu Katsir (3/626) .

faidah yang penting untuk direnungkan, yaitu keterikatan antara meneladani sunnah Rasulullah dengan kesempurnaan iman kepada Allah dan hari akhir, yang ini berarti bahwa semangat dan kesungguhan seorang muslim untuk meneladani sunnah Rasulullah merupakan pertanda kesempurnaan imannya.

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di ketika menjelaskan makna ayat di atas berkata:

 “ Teladan yang baik (pada diri Rasulullah ) ini, yang akan mendapatkan taufik (dari Allah ) untuk mengikutinya hanyalah orang-orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (balasan kebaikan) di hari akhir. Karena (kesempurnaan) iman, ketakutan pada Allah, serta pengharapan balasan kebaikan dan ketakutan akan siksaan Allah, inilah yang memotivasi seseorang untuk meneladani (sunnah) Rasulullah “ . Kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 481).

Karena agung dan mulianya kedudukan sunnah inilah, sehingga Rasulullah memberikan anjuran khusus bagi orang yang selalu berusaha mengamalkan sunnah beliau , terlebih lagi sunnah yang telah ditinggalkan kebanyakan orang. Beliau bersabda : “ Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnah dari sunnah- sunnahku, kemudian diamalkan oleh manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun”. Lihat keterangan syaikh Abdurrahman as-Sa’di dalam tafsir beliau (hal. 481).

Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan besar bagi orang yang menghidupkan sunnah Rasulullah , terlebih lagi sunnah yang telah ditinggalkan kebanyakan orang. Oleh karena itu, imam Ibnu Majah mencantumkan hadits ini dalam kitab “Sunan Ibn Majah” pada bab: (keutamaan) orang yang menghidupkan sunnah Rasulullah yang telah ditinggalkan (manusia) . Kitab “Sunan Ibnu Majah” (1/75).

Bahkan para ulama menjelaskan bahwa orang yang menghidupkan sunnah Rasulullah akan mendapatkan dua keutamaan (pahala) sekaligus, yaitu keutamaan mengamalkan sunnah itu sendiri dan keutamaan menghidupkannya di tengah- tengah manusia yang telah melupakannya.

Dua syarat agar ibadah diterima Allah

4 Mei

Imam Ibnu Katsir rahimahullah salah seorang ahli tafsir al-Qur’an, berkata :

“Inilah dua rukun diterimanya ibadah, yaitu harus ikhlas karena Allah dan mengikuti petunjuk Rosulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 9/205, Muassasah Qurthubah.)

Maka Agar amal ibadah kita tidak sia-sia dan bisa diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, harus mempunyai dua rukun.. Yaitu :

1. Harus ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala

==> Yaitu harus benar-benar murni untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan tidak tercampur dengan syirik dan juga riya’ (ingin di puji manusia).

Sebagaimana terdapat dalam sebuah hadits, Rosulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda :

إِنَّ اللهَ عَزَّ وَ جَلَّ لاَ يَقْبَلُ مِنَ الْعَمَلِ إِلاَّ مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ

“Sesungguhnya Allah tidak menerima suatu amal perbuatan kecuali yang murni dan hanya mengharap ridho Allah” (HR. Abu Dawud dan Nasa’i)

2. Harus sesuai dengan tuntunan Nabi kita shallallahu ‘alayhi wa Sallam

==> Yaitu harus sesuai dengan dalil dari al-Qur’an maupun dari sunnah, berupa ajaran, serta petunjuk dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam, dan tidak melakukan amalan-amalan yang tidak di contohkan dan dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wa sallam dan para shahabatnya Radhiallahu ‘anhum..

Sebagaimana di dalam hadits :

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barang siapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka amal itu tertolak” (HR. Muslim)

Demikianlah dua rukun yang harus kita miliki dan kita lakukan agar semua amal ibadah kita diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga harus terpenuhi kedua-duanya.

Imam Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata :

“Sesungguhnya andaikata suatu amalan itu dilakukan dengan ikhlas namun tidak benar maka amalan itu tidak diterima. Dan andaikata amalan itu dilakukan dengan benar tapi tidak ikhlas, juga tidak diterima, hingga ia melakukannya dengan ikhlas dan juga benar. Ikhlas semata karena Allah, dan benar apabila sesuai dengan tuntunan Nabi ”

(Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, karya Imam Ibnu Rojab Al Hambali)

Wallahu A’lam.

http://khansa.heck.in/dua-syarat-agar-ibadah-diterima-oleh-all.xhtml

Definisi Sunnah Menurut Istilah

4 Mei

Sunnah menurut istilah ahli hadits ialah : apa yang datang dari Nabi shallallahu’alayhi wa salam baik berupa perkataan, atau persetujuan, atau sifat fisik, atau prilaku, atau perjalanan hidup, sebelum dan sesudah diangkat menjadi Nabi. (Taujihun Nazhar ila Ushulil Atsar, Thahir bin Shalih ad-Dimasyqi, hal. 3 dan as-Sunnah wa Makanatuha fit Tasyri’, as-Saba’I, hal.47)

Sedangkan dalam istilah ahli ushul, sunnah adalah : Apa yang dinukil dari Nabi Shallallahu’alayhi wa salam secara khusus dari hal yang belum dinashkan dalam Al Qur’an, dia dinashkan dari sisi Nabi Shallallahu’alayhi wa salam yang merupakan penjelas dari yang ada dalam al-Kitab.( lihat al-Muwafaqat, asy-Syathibi,4/3)

Sunnah diartikan juga sebagai lawan dari bid’ah disaat menyebarnya bid’ah-bid’ah dan ahwa’. Al Imam asy-Syathibi berkata, “Dipakai juga (lafazh sunnah) Sebagai lawan dari bid’ah. Dikatakan fulan diatas Sunnah jika dia beramal sesuai dengan apa yang ditempuh oleh Nabi Shallallahu’alayhi wa salam… dan dikatakan fulan diatas bid’ah jika dia mengamalkan kebalikannya”. (al-Muwafaqat 4/4)

Al Hafizh Ibnu Rajab berkata, “Sunnah adalah jalan yang ditempuh. Maka dia(Sunnah) adalah berpegang teguh dengan jalan yang ditempuh oleh Nabi Shallallahu’alayhi wa salam dan khulafa’ur Rasyidin baik berupa keyakinan, perbuatan, dan perkataan. Inilah Sunnah yang sempurna, karena inilah ulama salaf sejak dulu tidak memakai lafazh sunnah kecuali meliputi semua hal diatas. Ini diriwayatkan dari al-Hasan, Auza’I, dan Fudhail bin ‘Iyadh.” (Jami’ul Ulum wal Hikam hal.262)

http://fandikasbara.wordpress.com/2008/12/14/siapakah-ahlus-sunnah-wal-jamaah/

Arti Sunnah

4 Mei

Maa udhifa ilaan nabiy min qowlun aw fi’lin aw taqriirin .

artinya :

Segala yg disandarkan kepada Nabi baik itu perkataan, perbuatan, persetujuan . (ushul fikih)

Definisi Sunnah

4 Mei

Sunnah secara lughoh (bahasa) : berarti jalan, baik maupun jelek, lurus maupun sesat, demikianlah dijelaskan oleh Ibnu Manzhur dalam Lisanul ‘Arab 17/89 dan Ibnu An-Nahhas.

Makna secara lughoh itu terlihat dalam hadits Jarir bin ‘Abdullah. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

مَنْ سْنَّ فِي الإِْ سْلاَمِ سُنُّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ وَمَنْ سَنَّ فِي الإِْ سْلاَمِ سُنُّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مَنْ بَعْدَهُ

“Siapa yang membuat sunnah yang baik maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengerjakannya setelahnya dan siapa yang membuat sunnah yang jelek maka atasnya dosanya dan dosa orang yang melakukannya setelahnya”. Dikeluarkan oleh Muslim dalam Shohih nya no.1017.

Lihat Mauqif Ahlis Sunnah Min Ahlil Bid’ah Wal Ahwa`i 1/29-33 dan Manhaj Ahlus Sunnah Wal Jam a’ah Wa Manhajul Asya’irah Fi Tauhidillah I/19.

Adapun secara istilah : Sunnah mempunyai makna khusus dan makna umum. Dan yang diinginkan di sini tentunya adalah makna umum.

Adapun makna sunnah secara khusus yaitu makna menurut istilah para ulama dalam suatu bidang ilmu yang mereka tekuni :

  • Para ulama ahli hadits mendefinisikan sunnah sebagai apa-apa yang disandarkan kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam baik itu perkataan, perbuatan, taqrir (persetujuan-pen.) maupun sifat lahir dan akhlak.
  • Para ulama ahli ushul fiqh mendefinisikan sunnah sebagai apa-apa yang datang dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam selain dari Al-Qur’an, sehingga meliputi perkataan beliau, pekerjaan, taqrir, surat, isyarat, kehendak beliau melakukan sesuatu atau apa-apa yang beliau tinggalkan.
  • Para ulama fiqh memberikan definisi sunnah sebagai hukum yang datang dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam di bawah hukum wajib.

Adapun makna umum sunnah adalah Islam itu sendiri secara sempurna yang meliputi aqidah, hukum, ibadah dan seluruh bagian syariat.

Berkata Imam Al-Barbahary : “Ketahuilah sesungguhnya Islam itu adalah sunnah dan sunnah adalah Islam dan tidaklah tegak salah satu dari keduanya kecuali dengan yang lainnya” (lihat : Syarh As-Sunnah hal.65 point 1).

Berkata Imam Asy-Sy athiby dalam Al-Muwafaq ot 4/4 : “(Kata sunnah) digunakan sebagai kebalikan/lawan dari bid’ah maka dikatakan : “Si fulan di atas sunnah” apabila ia beramal sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam yang sebelumnya hal tersebut mempunyai nash dari Al-Qur’an, dan dikatakan “Si Fulan di atas bid’ah” apabila ia beramal menyelisihi hal tersebut (sunnah)”.

Syaikhul Islam dalam Majmu’ Fat aw a 4/180 menukil dari Imam Abul Hasan Muhammad bin ‘Abdul Malik Al-Karkhy beliau berkata : “Ketahuilah… bahwa sunnah adalah jalan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam dan mengupayakan untuk menempuh jalannya dan ia (sunnah) ada 3 bagian : perkataan, perbuatan dan aqidah”.

Berkata Imam Ibnu Rajab -rahimahullahu ta’ala- dalam Jami’ Al-‘Ulum Wal Hikam hal. 249 : “Sunnah adalah jalan yang ditempuh, maka hal itu akan meliputi berpegang teguh terhadap apa-apa yang beliau r berada di atasnya dan para khalifahnya yang mendapat petunjuk berupa keyakinan, amalan dan perkataan. Dan inilah sunnah yang sempurna, karena itulah para ulama salaf dahulu tidak menggunakan kalimat sunnah kecuali apa-apa yang meliputi seluruh hal yang tersebut di atas”. Hal ini diriwayatkan dari Hasan, Al-Auza’iy dan Fudhail bin ‘Iyadh”.

Demikianlah makna sunnah secara umum dalam istilah para ‘ulama -rahimahumullah- dan hal itu adalah jelas bagi siapa yang melihat karya-karya para ulama yang menamakan kitab mereka dengan nama As-Sunnah dimana akan terlihat bahwa mereka menginginkan makna sunnah secara umum seperti :

  • Kitab As-Sunnah karya Ibnu Abi ‘Ashim.
  • Kitab As-Sunnah karya Imam Ahmad.
  • Kitab As-Sunnah karya Ibnu Nashr Al-Marwazy.
  • Kitab As-Sunnah karya Al-Khallal.
  • Kitab As-Sunnah karya Abu Ja’far At-Thobary.
  • Kitab Syarh As-Sunnah karya Imam Al-Barbahary.
  • Kitab Syarh As-Sunnah karya Al-Baghawy.
  • dan lain-lainnya.

Lihat : Mauqif Ahlis Sunnah 1/29-35, Haqiqatul Bid’ah 1/63-66 dan Manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama’ah Wa Manhajul Asya’irah 1/19-23.

http://subhataswaja.wordpress.com/2012/10/10/pemanis-buatan-ala-aswaja-mengaku-ahlu-sunnah-aw-ahlu-bidah/